Sejarah SMA Pius Gombong Kebumen



Sejak lama masyarakat Gombong, terlebih para orang tua siswa Sekolah-sekolah Pius Bakti Utama Gombong, mengharapkan berdirinya sebuah SMA Katolik sebagai kelanjutan pendidikan TK, SD serta SMP Pius Bakti Utama yang telah ada. Untuk menjawab kebutuhan umat tersebut, Dewan Paroki St. Mikael Gombong mengambil sikap untuk membentuk Panitia Pendirian SMA Katolik di Gombong. Dengan restu Pastor Paroki, Rm. Thomas M. Freitas MSC, dibentuk dan diresmikanlah Panitia Pendiri SMA Katolik di Gombong.

http://juragansejarah.blogspot.comSMA ini awalnya memakai nama SMA Pius Bakti Utama Gombong. SMA ini memulai kegiatan belajar mengajar pada tanggal 16 Juli tahun 1988. Dengan mulainya kegiatan belajar mengajar ini, panitia pendiri diubah menjadi Pengurus SMA Pius Bakti Utama Gombong selaku Penyelenggara Sekolah. Sejak tahun berdiri sampai tanggal 30 Agustus 2005 Kepala Sekolah dijabat oleh Ibu Maria Sumartini, B.A. Mulai tanggal 1 September 2005 sampai sekarang dijabat oleh Ibu Dra. St. Aprilia Suprihatini.
http://juragansejarah.blogspot.com/2013/01/sejarah-sma-pius-gombong-kebumen.html
Dari ‘nunut’ menjadi mandiri
Pada awalnya, kegiatan belajar mengajar SMA Pius ‘nunut’ di gedung SMP Pius Bakti Utama Gombong. Memasuki tahun ajaran ketiga 1990/1991, ketika jumlah tingkat kelas telah lengkap yaitu kelas I, II dan III, pengurus merasakan kebutuhan ruang kelas SMA yang terpisah dari SMP. Oleh karena itu pengurus berusaha agar dapat segera membangun beberapa ruang belajar di atas tanah yang sudah dibeli. Dengan modal kredit dari BRI Cabang Gombong dan bantuan para dermawan, maka dibangunlah: 1 ruang kantor ukuran 3 x 8 meter, 4 ruang belajar ukuran a 8 x 9 meter, 2 WC putra/putri, 1 WC guru dan Urinoir serta 1 ruang sepeda. Lokasi baru yang sampai sekarang ditempati ini terletak di Jl. Sempor Baru atau yang sekarang dikenal sebagai Jl. Tentara Pelajar.

Lokasi dan gedung baru SMA Pius Bakti Utama Gombong ini diberkati oleh Bp. Uskup Mgr. P.S. Hardjasoemarta MSC, tanggal 26 Oktober 1990. Pada tanggal 27 Oktober 1990, penggunaan gedung baru SMA Pius Bakti Utama Gombong ini diresmikan oleh Bp. Drs. Tidjan Wirjosantosa mewakili Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Kebumen yang berhalangan hadir.

Pada tahun 1998, untuk menambah sarana prasarana yang ada, dibangunlah 5 ruang belajar baru beserta laboratorium, ruang osis, ruang BK, kanting, rumah penjaga sekolah, dll.

Tahun 2003, setelah melalui pembicaraan bersama Yayasan Bakti Utama, SMA Pius tidak lagi menjadi bagian dari Yayasan Bakti Utama. SMA Pius ditetapkan dikelola sendiri oleh pengurus di bawah naungan Pastor Paroki St. Mikael Gombong. Terkait dengan urusan administrasi kepemerintahan dan dana pensiun karyawan-guru, SMA Pius Gombong menginduk pada Yayasan Pius yang berpusat di Purworejo.

Tahun 2005, dibangun gedung laboratorium komputer. Dilakukan juga penggantian atap dari asbes menjadi atap genting.
Tahun 2009-2010, dibangun lagi gedung baru berlantai dua. Lantai 1 digunakan sebagai laboratorium fisika dan kimia. Lantai 2 digunakan sebagai perpustakaan.

Tahun 2011, gedung baru dan lokasi baru SMA Pius diberkat. Di tahun 2011 pula, dibangunlah pagar keliling kompleks SMA Pius untuk meningkatkan keamanan. Juga dilakukan perbaikan saluran air di tengah lokasi SMA dan pengurukan sawah milik SMA Pius Gombong. Di lokasi baru ini akan dibangun berbagai sarana pendukung kegiatan siswa: olahraga, ekstrakulikuler, dll.

Dari SMA Pius Bakti Utama menjadi SMA Pius
Berdasarkan pembicaraan antara para pastor di Paroki St. Mikael Gombong, Dewan Pimpinan  Provinsial ADM beserta pihak Yayasan Bakti Utama serta para pengurus SMA Pius Gombong, disepakati bahwa sejak tahun 2011 SMA Pius Gombong tidak lagi mencamukan nama dan logo "Bakti Utama". Keputusan tersebut didasarkan fakta bahwa SMA Pius Gombong bukan bagian (: unit kerja) dari Yayasan Bakti Utama. Meski demikian, disepakati pula bahwa kerja sama yang selama ini sudah terjalin dengan amat baik akan terus dilaksanakan. Maka sekarang nama resmi SMA ini adalah SMA Pius Gombong.


Sejarah Kabupaten, Sejarah Kota, Sejarah Kerajaan, Sejarah Organisasi dapat dibaca disini

Sejarah Kabupaten Malang Jawa Timur



Ketika kerajaan Singhasaridibawah kepemimpinan Akuwu Tunggul Ametungyang beristrikan Ken Dedes, kerajaan itu dibawah kekuasaan Kerajaan Kediri. Pusat pemerintahan Singhasari saat itu berada di Tumapel. Baru setelah muncul Ken Arok yang kemudian membunuh Akuwu Tunggul Ametungdan menikahi Ken Dedes, pusat kerajaan berpindah ke Malang, setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri, dan saat jatuh ke tangan Singhasaristatusnya menjadi kadipaten. Sementara Ken Arokmengangkat dirinya sebagai raja yang bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana atau Dhandang Gendhis (1185 - 1222).

Kerajaan ini mengalami jatuh bangun. Semasa kejayaan Mataram, kerajaan-kerajaan yang ada di Malang jatuh ke tangan Mataram, seperti halnya Kerajaan Majapahit. Sementara pemerintahan pun berpindah ke Demak disertai masuknya agama Islamyang dibawa oleh Wali Songo. Malang saat itu berada di bawah pemerintahan Adipati Ronggo Tohjiwodan hanya berstatus kadipaten. Pada masa-masa keruntuhan itu, menurut Folklore, muncul pahlawan legendaris Raden Panji Pulongjiwo. Ia tertangkap prajurit Mataram di Desa Panggungrejo yang kini disebut Kepanjen(Kepanji-an). Hancurnya kota Malang saat itu dikenal sebagai Malang Kutho Bedhah.

Bukti-bukti lain yang hingga sekarang merupakan saksi bisu adalah nama-nama desa seperti Kanjeron, Balandit, Turen, Polowijen, Ketindan, Ngantang dan Mandaraka. Peninggalan sejarah berupa candi-candi merupakan bukti konkrit seperti :
Candi Kidaldi Desa Kidal kecamatanTumpangyang dikenal sebagai tempat penyimpanan jenazah Anusapati.

Candi Singhasari di kecamatan Singosarisebagai penyimpanan abu jenazah Kertanegara.
Candi Jago/ Jajaghudi kecamatanTumpangmerupakan tempat penyimpanan abu jenazah Wisnuwardhana.

Pada zaman VOC, Malang merupakan tempat strategis sebagai basis perlawanan seperti halnya perlawanan Trunojoyo (1674 - 1680) terhadap Mataram yang dibantu VOC. Menurut kisah, Trunojoyo tertangkap di Ngantang. Awal abad XIX ketika pemerintahan dipimpin oleh Gubernur Jenderal, Malang seperti halnya daerah-daerah di nusantara lainnya, dipimpin oleh Bupati.

Bupati Malang I adalah Raden Tumenggung Notodiningrat I yang diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda berdasarkan resolusi Gubernur Jenderal 9 Mei 1820 Nomor 8 Staatblad 1819 Nomor 16. Kabupaten Malang merupakan wilayah yang strategis pada masa pemerintahan kerajaan-kerajaan. Bukti-bukti yang lain, seperti beberapa prasasti yang ditemukan menunjukkan daerah ini telah ada sejak abad VIII dalam bentuk Kerajaan Singhasari dan beberapa kerajaan kecil lainnya seperti Kerajaan Kanjuruhan seperti yang tertulis dalam Prasasti Dinoyo. Prasasti itu menyebutkan peresmian tempat suci pada hari Jum`at Legi tanggal 1 Margasirsa 682 Saka, yang bila diperhitungkan berdasarkan kalender kabisat jatuh pada tanggal 28 Nopember 760. Tanggal inilah yang dijadikan patokan hari jadi Kabupaten Malang. Sejak tahun 1984 di Pendopo Kabupaten Malang ditampilkan upacara Kerajaan Kanjuruhan, lengkap berpakaian adat zaman itu, sedangkan para hadirin dianjurkan berpakaian khas daerah Malang sebagaimana ditetapkan.

Sejarah Indonesia (Sejarah Bangsa Indonesia)

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (19661998); serta Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.

Pra Sejarah
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)[1] di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir.[2]
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.

Sejarah Awal
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).

Kerajaan Hindu Budha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, Kerajaan Iha, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.

Selengkapnya disini