Perjuangan Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan. Kemudian dari pada itu, segenap bangsa berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikannya, tidak pula ketinggalan para pelajar sekolah-sekolah menengah, menengah atas dan mahasiswa.
Demikian pula di daerah Banyumas, para pelajar sekolah menengah dan mahasiswa yang berasal dari daerah Banyumas, tidak mau ketinggalan dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan Negara dan Bangsa bersama-sama dengan Angkatan Bersenjata sebagai pelajar pejuang.
Pecahlah Clash I pada tanggal 21 Juli 1947 Tentara Belanda menyerbu kedalam daerah Republik, bermula dari Jakarta menuju ketimur, antara lain melalui daerah Banyumas, sampai adanya gencatan senjata pada garis demarkasi antara Banjarnegara - Kebumen - Gombong.Sejak Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, lebih-lebih sejak pecahnya Clash I tanggal 21 Juli 1947, pelajar-pelajar sekolah menengah di daerah Banyumas aktif menceburkan diri dalam perjuangan kemerdekaan, yang sebagian tergabung dalam BRIDGE XVII/TENTARA PELAJAR Z dan sebagian lagi tergabung dalam MOBPEL (Mobilisasi Pelajar). Tentara Pelajar di daerah Banyumas dikenal dengan nama I.M.A.M ( INDONESIA MERDEKA ATAU MATI). Tidak sedikit korban berjatuhan di antara pelajar-pelajar pejuang, di antaranya Komandan I.M.A.M.
Clash I dilanjutkan lagi dengan Clash II pada tanggal 18 Desember 1948, Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia pada waktu itu diduduki oleh Tentara Belanda.
Dalam keadaan demikian, para pelajar pejuang yang tergabung dalam TENTARA PELAJAR dan MOBPEL meneruskan perjuangannya, sehingga tidak sempat duduk di bangku sekolah.
Kesempatan untuk belajar kembali di bangku sekolah terbuka setelah dicapai pangkuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Negeri Belanda pada tanggal 29 Desember 1949.Rintisan SMA Negeri di Purwokerto
Dalam tahun 1946 sesungguhnya di Purwokerto telah dirintis berdirinya sebuah SMA Negeri. Hal ini dimungkinkan karena Purwokerto menjadi kota pengungsian, dimana banyak Jawatan/Dinas Republik Indonesia mengungsi di Purwokerto sebagai akibat didudukinya Jakarta, Ibu Kota Republik oleh Tentara Belanda.
Dengan pecahnya Clash I tanggal 21 Juli 1947, SMA Negeri yang sedang dirintis berdirinya di Purwokerto ikut mengungsi ke Wonosobo. Tetapi dipengungsian jumlah siswa yang diharapkan bersekolah sangat diselidiki, sebab sebagian besar tetap berjuang di daerah Banyumas yang merupakan daerah pendudukan Tentara Belanda.
Demikian pula gurunya yang sebagian besar adalah pegawai-pegawai dari pelbagai Jawatan/Dinas Pemerintah, mereka ikut pula mengungsi bersama Jawatan/Dinas ke Yogyakarta.
Tengah orang berusaha menyelenggarakan SMA Negeri Purwokerto di tempat pengungsian di Wonosobo, pecahlah Clas II pada tanggal 18 Desember 1948, sehingga usaha tersebut terhenti pula.Lahirnya SMA Negeri Purwokerto
Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Negeri Belanda pada tanggal 29 Desember 1949, diikuti dengan ditariknya Tentara Belanda dari Wilayah Republik Indonesia, memungkinkan Pemerintah Republik Indonesia berjalan kembali di kota-kota dan para pelajar di daerah Banyumas pun memasuki kota Purwokerto kembali.
Mulailah kembali dirasakan perlu kota Purwokerto memiliki SMA Negeri. Para pelajar yang selama ini berjuang sebagai TENTARA PELAJAR dan MOBPEL, sudah berkesempatan kembali kebangku sekolah.
Maka pada tanggal 1 Maret 1950, oleh tokoh-tokoh masyarakat di Purwokerto didirikanlah SMA Purwokerto guna menampung pemuda-pemuda pelajar pejuang yang tergabung dalam TENTARA PELAJAR dan MOBILISASI PELAJAR.
Berdirinya SMA Negeri Purwokerto sebagai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yang pertama kali berdiri di kota Purwokerto, bahkan di Karesidenan Banyumas, kemudian dilaporkan kepada Departemen PPK yang pada waktu itu masih di Yogyakarta.
Dengan surat Putusan Menteri PPK NO. 4791/b tanggal 28 Juni 10\950, diresmikanlah berdirinya sekolah tersebut, yang pada diktum pertama, bagian pertama sob.c ditetapkan bahwa:
Sekolah itu terutama disediakan bagi pelajar-pelajar SMA yang telah menunaikan kewajibannya berbakti kepada Negara sebagai anggota BRIDGE XVII dan Mobilisasi Pelajar dan memenuhi syarat untuk diterima sebagai murid SMA Negeri.
Berdirinya SMA Negeri Purwokerto ini merupakan hasil perjuangan dari tokoh-tokoh masyarakat Purwokerto yang menginginkan adanya suatu SMA guna menampung pemuda-pemudi pelajar pejuang yang kembali dari front. Adapun tokoh-tokoh pendiri SMA Negeri ini terdiri dari:
A. Pemerintah
1. Bapak Jendral Gatot Soebroto
2. Bapak R.M. Gandasubrata
3. Bapak Wagio
4. Bapak Supar (Corp Polisi Militer)
B. Pengajar Penyumbang Pengetahuan dan Pengalaman
1. Ibu R.A. Gandasubrata
2. Ibu Sumarto
3. Ibu Suwarti
4. Bapak Alka
5. Bapak Pangkat
6. Bapak Sumadi
7. Bapak Suparto
8. Bapak Prajitno
9. Bapak B.R. Josserande
10. Bapak Salikin
11. Bapak J. Junus
12. Bapak Dokter Sarjono
13. Bapak Riskan
14. Bapak Wartowidagdo
15. Bapak Misngad Darmabrata
16. Bapak Soetojo
17. Bapak Soewondo
C. Wakil-wakil Pelajar Pejuang:
I. Staf Komando Pasukan I.M.A.M.
1. Saudara Moestopo
2. Saudara Soeseno
3. Saudara Soerono
4. Saudara Suhardini
5. Saudara Mohammad Kosim
6. Saudara Sumadi
7. Saudara Soetjipto Hadi
II. Staf Komandan MOBPEL
1. Saudara Kusparjadi
2. Saudara Rasdan Purnomo
3. Saudara Kuat Waluyo
4. Saudara Slamet Rahardjo
5. Saudara Soemarpeni
6. Saudara Bambang Utomo
7. Saudara Manung Sunardi
8. Saudari Sri Nastiti Kusti Aminah
Setelah pendaftaran selesai dan staf pengajar tersusun, maka berdirilah SMA Negeri Purwokerto untuk pertama kalinya sebagai SMA Perjuangan yang dibuka pada tanggal 8 Maret 1950.
Selaku pejabat Direktur adalah Bapak Soetojo yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Kantor Pengajaran Karesidenan Banyumas di Purwokerto dan selaku Kepala Tata Usaha yang pertama kalinya adalah Bapak Soewondo.
Pada bulan Juli 1950 Bapak Soetojo selaku pejabat Direktur digantikan oleh Bapak M. Sumarmo yang diangkat menjadi pejabat Direktur SMA Negeri Purwokerto oleh Menteri PPK pada tanggal 21 Juli 1950, sedangkan selaku Kepala Tata Usaha adalah tetap Bapak Soewondo. Masing-masing menjalani pensiunannya pada tanggal 1967 dan 1971.
Para pengajar adalah Bapak-bapak dari pelbagai Dinas dan Ibu-ibu yang dipandang memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengajar di SMA.
Pada tanggal 1 Agustus 1950 sekolah dibuka dengan 2 macam kelas, yaitu kelas I lama yang sudah belajar sejak bulan Maret 1950 dan Kelas I baru diterima dari lulusan SMP pada bulan Juli 1950, dan Kelas II yang sudah belajar sejak bulan Maret 1950. Dengan demikian ada 3 (tiga) kelas dengan ..... ruang.
Hampir semua murid adalah pejuang, sedangkan di kelas baru ada beberapa orang murid yang bukan pelajar pejuang diterima setelah mendapat dispensasi dari Pemerintah di Purwoekrto dan dari Departemen PPK.
Segera setelah masuk pada tanggal 1 Agustus 1950, sebagai tahun ajaran baru, para pelajar Kelas I dan II yang alam sudah sejak bulan Maret 1950, mengajukan permintaan untuk diusahakan agar kenaikan kelas mereka dipercepat. Dengan seizin Departemen PPK permintaan para pelajar itu dapat diterima dan dikabulkan kenaikan kelas baru mereka ditetapkan pada akhir Oktober 1950. Berkat adanya saling pengertian antara para guru dan pelajar, maka pelajar-pelajar dengan sekeras-sekerasnya untuk dapat mempersiapkan diri guna kenaikan kelas pada akhir Oktober 1950 tersebut.
Ternyata ada beberapa pelajar yang sudah dapat naik kelas. Dengan demikian mulai 1 November 1950 sekolah sudah mempunyai kelas I, II dan III kesemuanya dari Bagian B (Ilmu Pasti). Para pelajar kelas III Bagian A (Sastra) menurut Ketetapan Menteri PPK harus disalurkan ke SMA-SMA Bagian A di Yogyakarta atau Bandung.
Selanjutnya Sekolah Menengah Atas Negeri Purwokerto berjalan seperti SMA-SMA lainnya.
Kemudian sejak tahun 1951 sudah mulai menghasilkan lulusannya yang pertama kainya, sedangkan dalam tahun 1953, hampir semua pelajar pejuang sudah dapat menyelesaikan sekolahnya di SMA Negeri ini.Perkembangan Selanjutnya
Tahun 1953
Pada tahun 1953 oleh Menteri PPK ditetapkan SMA Negeri Purwokerto sebagai SMA Umum Bagian B (Ilmu Pasti) Negeri Purwokerto lengkaplah Bagian A, B dan C.
Tahun 1960
Dengan demikian meningkatnya jumlah pelajar yang memasuki SMA Negeri Purwokerto ini, yaitu pada tahun 1959 jumlah kelas menjadi 26 (dua puluh enam) kelas, masing-masing untuk Bagian A sebanyak 7 kelas, Bagian B sebanyak 11 kelas dan Bagian C sebanyak 8 kelas, maka pada tahun 1960 SMA Negeri Purwokerto dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
I. SMA Negeri I/A.C dengan Direktur Bapak Darjono yang kemudian diganti oleh Bapak Liem Ing Djien dan sejak tahun ......... diganti oleh Bapak Soegijanto, sebagai Kepala Tata Usahanya Bapak Markono.
II. SMA Negeri II/B dengan Direkturnya Bapak M. Soemarmo yang kemudian diganti oleh Bapak Soeharto sejak tahu 1967. Sebagai Kepala Tata Usahanya tetap Bapak Soewondo, samapi tanggal 1 April 1971 menjalani masa pensiunnya diganti oleh Bapak Soetarno sampai dengan Mei 1995. Mulai bulan Juni 1995 jabatan Kepala Tata Usaha dijabat oleh Ibu Surtini hingga sekarang.
Tahun 1963
Selanjutnya mulai tahun 1963 oleh Pemerintah c.q. Menteri PPK sekolah dirubah menjadi SMA Gaya Baru yang terdiri dari jurusan PASPAL (PASTI dan PENGETAHUAN ALAM) dan Jurusan SOSBUD (SOSIAL BUDAYA).
Tahun 1985
Dewasa ini genap 35 tahun berdirinya SMA Negeri Purwokerto, nama SMA (Sekolah Menengah Atas) masih dipergunakan. Namun demikian usaha-usaha untuk memperbaiki/memperbaharui pendidikan mulai berjalan dan SMA Negeri Purwokerto berkembang lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan jamannya.
Tahun 1997
Dasar Surat Keputusan Mendikbud RI Nomor 035/O/1997 tanggal 7 Maret 1997 tentang perubahan nama dari SMA menjadi SMU. Dengan demikian SMA Negeri 2 Purwokerto.
Tahun 2000
SMU Negeri 2 Purwokerkto memasuki usianya yang ke-50 sudah banyak pengalaman, banyak kemajuan dan banyak mencapai suatu keberhasilan. Namun walaupun demikian SMU Negeri 2 Purwokerto tidak akan berhenti sampai disitu, namun tetap akan terus berusaha semaksimal mungkin untuk lebih banyak agar dapat meraih kemajuan dan keberhasilan pada masa yang akan datang sehingga dapat menyesuaian dengan perkembanan dan tuntutan zaman.
Untuk itu Keluarga Besar SMU Negeri 2 Purwokerto mempunyai Visi dan Misi yaitu:
1. Visi: "Terbaik dan Terbesar"
2. Misi:
a. Mencetak generasi muda yang taqwa, cerdas dan terampil
b. Mempersiapkan siswa untuk diterima di UMPTN
c. Berbuat yang terbaik untuk masyarakat
Bangunan dan Ruang Kelas
Sejak 1950-1955 SMA Negeri Purwokerto menempati gedung di jalan Gereja No. 20 dengan mempunyai ruangan sebanyak 6 buah ; 3 diantaranya adalah ruangan darurat, sedangkan sekolah ini mempunyai 20 (sepuluh) kelas. Akibatnya sekolah belajar dari 07.15 sampai jam 15.30.
Semula pada zaman Belanda dulu, gedung ini adalah Sekolah Guru (Normaal School) dan sejak tahun 1953 sekolah ini dibuka kembali dengan nama SGA (Sekolah Guru Atas) dan sekarang SPGN (Sekolah Pendidian Guru Negeri) Purwokerto.
Sejak tahun 1955, SMA Negeri Purwokerto menempati gedung SMU Negeri 2 purwokerto sekarang, yaitu di Jalan Jendral Gatot Soebroto NO. 69 Telp (0281) 635057 yang pada zaman Belanda adalah Gedung (SEKOLAH MENENGAH UMUM PERTAMA atau MULO)
Ruangan SMA Negeri pada tahun 1955 ini adalah sebanyak 13 (tiga belas) ruang. pada tahun 1965 dengan bantuan ruangan bertambah dengan 2 (dua) ruang kals. Hingga saat ini SMU Negeri 2 Purwokerto memiliki 27 runag kelas, 6 laboratorium dan Kantor Kepala Sekolah, Tata Usaha, Ruang Guru, Musholla, Perpustakaan, Ruang BP dan Komputer.
Kemudian 1 Juli 1983, direktur SMA Negeri 2 Purwokerto diganti oleh Bapak SOETARDJO As, berdasarkan surat Kawat Kantor Dep. P dan K Propinsi Jawa Tengah tanggal 30 Juni 1983 NO/ 1683/I03/C.83 dan SK Menteri P dan K RI tangal12 April 1984 No. 26392/C/KI.1/1984 sampai tahun 1990.
Kemudian pada bulan Januari 1991 SMA Negeri 2 Purwokerto mendapat kekosongan Kepala Sekolah, maka untuk sementara diampu oleh Drs. ILYAS (Kepala SMU Negeri 1 Purwokerto) sampai Oktober 1991.
Sejak tanggal 2 November 1991 sampai 31 Januari 1994 pejabat Kepala Sekolah oleh Bapak SOEDIONO. Sedangkan mulai bulan Februari 1994 ada pergantian Kepala Sekolah yaitu oleh Bapak NGAKAN NJOMAN OKA sampai 31 Oktober 1996.
Sejak tanggal 1 November 1996 sampai 10 Juli 1999 pejabat Kepala Sekolah oleh Bapak Drs. H. SURODJO Hs, MM.
Sejak tangga 1 November 1999 sampai dengan sekarang pajabat Kepala Sekolah oleh Bapak Drs. Akhmad Khotib.
Demikian sekilas pengungkapan sejarah SMU Negeri 2 Purwokerto, semoga menghasilkan putra-putri terbaik bagi Ibu Pertiwi Indonesia.
Permasalahan dan Pemecahannya
Sesuai dengan perjalanannya, permasalahan yang muncul adalah sebagaimana berikut:
1. Personal
2. Sarana fisik
3. Status tanah
Personal menjadi masalah karena tenaga edukatif dan nonedukatif banyak yang purnatugas, sementara pengangkatan PNS baru sangat kecil. Akibatnya di sekolah ini harus mengangkat GTT dan PTT. Pengangkatan GTT dan PTT akan membawa dampak terhadap dinamika pembelajaran dan keuangan sekolah.
Sarana fisik menjadi permasalahan tersendiri, karena sesuai dengan usianya, sarana prasarana fisik banyak yang sudah tua. Akibat hal ini, biaya rehabilitasi dan pemeliharaan menjadi sangat besar. Dana rutin dari pemerintah (DIK) untuk mata anggaran ini tidak sebanding dengan kebutuhan. Akibat lanjutan adalah pihak sekolah harus mencukupi dari dana BP-3 / Komite sekolah. Penggunaan dana semacam ini tentu akan mengurangi mata anggaran lain, khususnya yang mestinya dapat untuk proses pembelajaran dan pengembangan lainnya.
Merupakan rangkaian masalah dari usia sekolah adalah status tanah. Akibat proses pemilikan pada zaman kemerdekaan, maka tanah SMU Negeri 2 Purwokerto menjadi membingungkan. Pihak Angkatan Darat (ABRI) mengeklaim sebagai milik, pihak Depdiknas (pengelola sekolah) yang menempati. Kedua belah pihak saling membutuhkan sehingga status tanah tetap belum terselesaikan walaupun telah berulang kali diupayakan penyelesaiannya.
Penutup
SMU Negeri 2 Purwokerto sebagai sekolah yang tua dapat menjadi bahan perbandingan dan bahan kajian para pengelola pendidikan. Di dalamnya terdapat dinamika dan pengalaman yang menarik.
Sumber : http://prawitohudoro.blogspot.com/2009/11/sejarah-sma-negeri-2-purwokerto.html