Dampak Korban dan Kejahatan Perang Dunia 2


 
Dampak

 Sekutu mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama menjadi negara netral dan tidak memihak dengan blok politik manapun. Negara terakhir dibelah menjadi zona pendudukan barat dan timur yang dikuasai Sekutu Barat dan Uni Soviet. Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski kebijakan ini lebih condong ke amnesti dan reintegrasi mantan Nazi ke masyarakat Jerman Barat.

Jerman kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia, Neumark dan sebagian besar Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi antara Polandia dan Uni Soviet, diikuti dengan pengusiran 9 juta warga Jerman dari provinsi-provinsi tersebut, serta 3 juta warga Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman. Pada 1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat adalah pengungsi dari timur. Uni Soviet juga menduduki provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan pengusiran 2 juta warga Polandia), Rumania Timur, dan sebagian Finlandia timur, serta tiga negara Baltik

Demi mempertahankan perdamaian, Sekutu mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang resmi berdiri tanggal 24 Oktober 1945, dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 sebagai standar umum bagi semua negara anggotanya. Kekuatan-kekuatan besar yang menjadi pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan PBB. Kelima anggota permanen ini masih ada sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, angata Republik Cina dan Republik Rakyat Cina tahun 1971, dan antara Uni Soviet dan negara penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran UNi Soviet. Aliansi antara Sekutu Barat dan Uni Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang berakhir.

Jerman dibagi secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik Federal Jerman dan Republik Demokratik Jerman[256] dibentuk di dalam perbatasan zona pendudukan Sekutu dan Soviet. Seluruh Eropa terbagi antara cakupan pengaruh Barat dan Soviet. Kebanyakan negara Eropa timur dan tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim Komunis dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya, Polandia, Hongaria,[258] Cekoslowakia, Rumania, Albania, dan Jerman Timur menjadi negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis melaksanakan kebijakan merdeka penuh yang menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.

Pembagian dunia pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet; periode panjang ketegangan politik dan persaingan militer di antara mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh perlombaan senjata dan perang proksi yang tidak terduga.

Di Asia, Amerika Serikat memimpin pendudukan Jepang dan menguasai bekas pulau-pulau Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.[264] Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan diduduki oleh Amerika Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara antara 1945 dan 1948. Republik terpisah muncul di kedua sisi garis paralel ke-38 pada tahun 1948, masing-masing mengklaim sebagai pemerintahan sah untuk seluruh Korea dan berujung pada pecahnya Perang Korea.

Di Cina, pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni 1946. Pasukan komunis menang dan mendirikan Republik Rakyat Cina di daratan, sementara pasukan nasionalis mundur ke Taiwan tahun 1949.[266] Di Timur Tengah, penolakan Arab terhadap Rencana Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Saat kekuatan-kekuatan kolonial Eropa berupaya merebut kembali sebagian atau semua imperium kolonialnya, kehilangan prestise dan sumber daya saat perang justru menggagalkan upaya ini dan mendorong dilakukannya dekolonisasi.

Ekonomi global menderita akibat perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh dengan berbagai cara. Amerika Serikat tampil lebih kaya daripada negara lain; negara ini mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik bruto per orangnya lebih tinggi daripada negara-negara besar lain dan Amerika Serikat mendominasi ekonomi dunia. Britania Raya dan Amerika Serikat menerapkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat pada tahun 1945–1948. Akibat perdagangan internasional yang saling tergantung, hal ini menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda pemulihan Eropa selama beberapa tahun.

Pemulihan dimulai dengan reformasi mata uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi Eropa yang dipengaruhi Rencana Marshall (1948–1951) baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemulihan Jerman Barat pasca-1948 disebut-sebut sebagai keajaiban ekonomi Jerman. Selain itu, ekonomi Italia dan Perancis juga meroket. Kebalikannya, Britania Raya berada dalam fase kekacauan ekonomi, dan terus memburuk selama beberapa dasawarsa.

Uni Soviet, meski menderita kerugian manusia dan material yang luar biasa, juga mengalami peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang. Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat dunia pada tahun 1980-an. Cina kembali ke produksi industrinya sebelum perang pada tahun 1952.


Korban dan kejahatan perang

Perkiraan total korban perang bervariasi, karena banyak kematian yang tidak tercatat. Kebanyakan pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang, termasuk 20 juta tentara dan 40 juta warga sipil. Banyak warga sipil tewas akibat wabah, kelaparan, pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta rakyatnya sepanjang perant, termasuk 8,7 juta personil militer dan 19 juta warga sipil. Pangsa korban jiwa militer terbesar adalah etnis Rusia (5.756.000), diikuti etnis Ukraina (1,377,400). Satu dari empat warga sipil Sovet dibunuh atau terluka dalam perang ini. Jerman mengalami 5,3 juta kematian militer, kebanyakan di Front Timur dan sepanjang pertempuran terakhir di Jerman.

Dari total korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan Cina—berada di pihak Sekutu dan 15 persen sisanya di pihak Poros. Sebagian besar kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang dilakukan pasukan Jerman dan Jepang di wilayah pendudukan. Sekitar 11[292] sampai 17 juta warga sipil tewas akibat kebijakan ideologi Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida sistematis sekitar enam juta kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav dan suku bangsa atau kaum minoritas lainnya.

Secara kasar 7,5 juta warga sipil tewas di Cina selama pendudukan Jepang. Ratusan ribu (perkiraan bervariasi) etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh oleh Ustaše Kroasia yang berpihak pada Poros di Yugoslavia, dengan pembunuhan balas dendam terhadap warga sipil Kroasia tepat setelah perang berakhir.

Kekejaman Jepang yang paling terkenal adalah Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian ratus ribu warga sipil Cina diperkosa dan dibunuh. Antara 3 juta hingga lebih dari 10 juta warga sipil, kebanyakan etnis Cina, dibunuh oleh pasukan pendudukan Jepang. Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen. Jenderal Yasuji Okamura menerapkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.

Pasukan Poros memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai gas mustar saat menaklukkan Abisinia, sementara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang memakai berbagai macam senjata saat menyerbu dan menduduki Cina dan pada konflik awal melawan Soviet. Baik Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata tersebut terhadap warga sipil serta tahanan perang.

Meski banyak aksi Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama di dunia, insiden yang diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan penduduk di Uni Soviet dan penahanan warga Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul, pengusiran penduduk Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan pada pendudukan Jerman; pembantaian Katyn oleh Uni Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan kepada Jerman. Sejumlah besar kematian akibat kelaparan juga disebabkan oleh perang, seperti kelaparan Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.

Sejumlah sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman massal kawasan berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden, Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan kehancuran lebih dari 160 kota dan kematian 600.000 warga sipil Jerman, bisa dianggap sebagai kejahatan perang.

0 komentar:

Posting Komentar