Sejarah Organisasi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA)


Pusat Tenaga Rakyat atau Putera adalah organisasi yang dibentuk pemerintah Jepang di Indonesia pada 16 April 1943 dan dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan Kyai Haji Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah untuk membujuk kaum Nasionalis dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya demi untuk kepentingan perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya pemimpin orang Indonesia, maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini. Dalam tempo singkat Putera dapat berkembang sampai ke daerah dengan anggotanya adalah kumpulan organisasi profesi seperti, Persatuan Guru Indonesia, perkumpulan pegawai pos, radio dan telegraf, perkumpulan Istri Indonesia, Barisan Banteng dan Badan Perantara Pelajar Indonesia serta Ikatan Sport Indonesia.

Propaganda Tiga A yang disebarluaskan oleh Jepang untuk mencari dukungan rakyat Indonesia ternyata tidak membuahkan hasil memuaskan, karena rakyat justru merasakan tindakan tentara Jepang yang kejam seperti dalam kerja paksa romusha.

Oleh sebab itu pemerintah Jepang berupaya mencari dukungan dari para pimpinan rakyat Indonesia dengan cara membebaskan tokoh-tokoh pergerakan nasional antara lain Soekarno, Hatta dan Syahrir serta merangkul mereka dalam bentuk kerjasama. Para pemimpin bangsa Indonesia merasa bahwa satu-satunya cara menghadapi kekejaman militer Jepang adalah dengan bersikap kooperatif. Hal ini semata untuk tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan secara tidak langsung. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka mereka sepakat bekerjasama dengan pemerintah militer Jepang dengan pertimbangan lebih menguntungkan dari pada melawan. Hal ini didukung oleh propaganda Jepang untuk tidak menghalangi kemerdekan Indonesia. Maka setelah terjadi kesepakatan, dibentuklah organisasi baru bernama Putera (Pusat Tenaga Rakyat).

Keberadaan Putera merupakan organisasi resmi pemerintah yang disebarluaskan melalui surat kabar dan radio, sehingga menjangkau sampai ke desa, namun tidak mendapatkan bantuan dana operasional. Meskipun kegiatannya terbatas, para pemimpin Putera memanfaatkan media massa yang disediakan untuk mengikuti dan mengamati situasi dunia luar serta berkomunikasi dengan rakyat.

Karena Putera tidak menguntungkan Jepang, Putera hanya bertahan selama setahun, lalu dibubarkan dan diganti dengan Jawa Hokokai.
 

0 komentar:

Posting Komentar